Batas Usia Anak Yatim Perempuan, Simak Selengkapnya

Batas Usia Anak Yatim Perempuan

KAWANPUAN.COM – Apakah Kawan Puan sudah tahu berapa batas usia anak yatim perempuan? Jika belum, ini informasi dan ulasan lengkapnya.

Merawat dan menjaga anak yatim merupakan anjuran dalam Islam yang memiliki nilai pahala yang sangat besar.

Beberapa hadits nabi mengajak manusia untuk memberikan perhatian pada pemeliharaan anak yatim yang telah kehilangan ayahnya.

Kemuliaan anak yatim tidak diragukan lagi. Keyatiman Nabi Muhammad yang ditinggal oleh ayahnya sejak sebelum kelahirannya sudah menjadi bukti nyata bahwa anak yatim itu mulia.

Oleh karena itu, orang-orang yang merawat dan menjaga anak yatim akan mendapatkan balasan yang sangat istimewa yaitu surga yang sangat dekat dengan nabi.

Penjelasan ini kiranya sudah cukup menjadi bukti betapa mulianya orang-orang yang merawat anak yatim. Kemuliaan yang akan didapatkan oleh mereka sangat istimewa.

Yaitu ada di dalam surga berdekatan dengan Rasulullah. Lantas sampai batas usia berapakah anak yatim perempuan? Berikut adalah ulasan lengkapnya.

Berapa Batas Usia Anak Yatim Perempuan?

Batas usia anak yatim perempuan adalah sampai mereka mencapai usia baligh. Menurut ajaran Islam, usia baligh bagi perempuan adalah ketika mereka mengalami menstruasi pertama kalinya.

Jika seorang perempuan belum mengalami menstruasi sampai usia 15 tahun, maka mereka masih dianggap sebagai anak yatim. Namun, jika usia sudah 15 tahun dan sudah mensturasi maka tidak dianggap anak yatim.

Syekh Sulaiman al-Jamal (wafat 1024 H) dalam karyanya mengatakan bahwa yatim adalah anak kecil yang ditinggal wafat oleh ayahnya, sekalipun ia masih memiliki ibu atau kakek dan nenek,

وَالْيَتِيمُ صَغِيرٌ لَا أَبَ لَهُ وَإِنْ كَانَ لَهُ أُمٌّ وَجَدٌّ، وَمَنْ فَقَدَ أُمَّهُ فَقَطْ مِنْ الْآدَمِيِّينَ يُقَالُ لَهُ مُنْقَطِعٌ

Artinya, “Yatim adalah anak kecil yang tidak memiliki ayah (wafat), sekalipun memiliki ibu dan kakek. Dan siapa saja yang kehilangan (ditinggal wafat) oleh ibunya dari kalangan manusia, maka dia dikatakan munqathi’ (orang yang dipisah).” (Syekh Sulaiman Jamal, Hasyiyatul Jamal ‘ala Syarhil Minhaj, [Beirut, Darul Fikr: tt], juz IV, halaman 88).

Dari penjelasan ini, dapat diketahui bahwa barometer seorang anak disebut yatim adalah ayahnya. Jika ayahnya sudah tiada, sementara ibunya masih ada, maka disebut sebagai anak yatim.

Sedangkan jika ibunya yang sudah tiada, dan ayahnya masih ada maka tidak bisa dikatakan yatim.

Sedangkan batas seseorang disebut sebagai yatim adalah sebagaimana disebutkan oleh nabi dalam salah satu haditsnya, yaitu sampai usia baligh.

Artinya, anak yatim yang sudah baligh tidak lagi disebut anak yatim. Rasulullah saw bersabda:

لاَ يُتْمَ بَعْدَ احْتِلاَمٍ

Artinya, “Tidak dikatakan yatim orang yang sudah mimpi basah (baligh).” (HR al-Baihaqi).

Dari beberapa penjelasan dan uraian ini, dapat disimpulkan bahwa anak yatim adalah mereka yang ditinggal wafat oleh ayahnya dan belum sampai pada waktu baligh.

Baik baligh karena sudah mencapai usia baligh, yaitu 15 tahun, atau karena mimpi basah. Itulah tadi penjelasan batas usia seorang anak yatim.